Proses
Perumusan Masalah sampai menjadi sebuah kebijakan
ada
empat tahap dalam perumusan kebijakan publik yaitu: perumusan masalah, agenda
kebijakan, pemilihan alternatif kebijakan untuk memcahkan masalah, dan tahap
penetapan kebijakan. Kebijakan ERP ini merupakan salah satu kebijakan publik
yang juga mengalami empat tahap tersebut. Agar lebih jelas, maka berikut akan
dijelaskan mengenai empat tahap tersebut dalam Kebijakan
i. Tahap
pertama: tahap perumusan masalah
Masalah
publik yang terjadi di Jakarta, yaitu kemacetan. Kemacetan disebabkan oleh meningkatnya penghasilan masyarakat
menyebabkan daya beli masyarakat bertambah, terutama daya beli kendaraan yang
semakin meningkat. Dengan demikian masyarakat mampu membeli kendaraan pribadi yang
memudahkan untuk melakukan aktifitas sehari-hari. Dalam melakukan kegiatannya
masyarakat lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi daripada kendaraan umum
karena lebih cepat, murah, dan lebih aman dari tindak kejahatan di kendaraan
umum (angkot). Paradigma tersebutlah yang berkembang d masyarakat Jakarta saat
ini. Dengan paradigma seperti itulah yang dapat menyebabkan kemacetan karena
ruas jalan yang semakin kecil, sedangkan jumlah kendaraan yang tiap tahun
semakin meningkat, sehingga laju kendaraan akan menjadi lambat. Lambatnya laju
kendaraan inilah yang menyebabkan kemacetan. Hal ini yang menyebabkan kemacetan
di ibukota DKI Jakarta tidak dapat dihindari. Hampir setiap hari ibukota
Indonesia ini mengalami kemacetan yang parah. Masalah seperti kemacetan ini
merupakan masalah publik karena mengakibatkan kerugian bagi orang banyak dan
harus segera diselesaikan. Jadi ketika keadaan seperti ini masyarakat
membutuhkan sistem transportasi yang baik di Jakarta. Jika pemerintah ingin
menambah panjang jalan untuk menampung jumlah kendaraan. Sehingga dalam
perumusan masalahnya “Bagaiman pemerintah ingin membuat suatu cara agar
kemacetan di Jakarta dapat dikurangi secara signifikan?”. Cara ini merupakan
suatu hal yang belum pernah diterapkan sebelumnya dan juga harus bisa
mengakomodir kebutuhan masyarakat akan kenyamanan dan keamanan saat bepergian.
ii. Tahap kedua: agenda kebijakan
Agenda kebijakan didefinisikan
sebagai tuntutan-tuntutan agar para pembuat kebijakan memilih atau merasa
terdorong untuk melakukan tindakan tertentu (Budi Winarno, 2008:80). Masalah
publik masyarakat Jakarta mengenai kemacetan merupakan masalah publik yang
sudah pasti masuk ke dalam agenda kebijakan karena tingkat ‘penting’nya masalah
ini tergolong tinggi. Akan tetapi dalam penanganan masalah kemacetan di Jakarta
pemerintah dinilai sangat lambat, padahal semakin hari jumlah kendaraan pribadi
semakin meningkat menuntut gubernur harus bertindak cepat dalam membuat suatu
kebijakan untuk mengatasi kemacetan tersebut. Gubernur DKI Jakarta dalam hal
ini dianggap lambat oleh public dalam membuat kebijakan untuk mengatasi macet
dan pemenuhan kebutuhan public akan tranportasi yang murah, aman, dan nyaman bagi
masyarakat Jakarta. Bahkan seringkali dalam membuat kebijaksanaan diwarnai oleh
banyak kepentingan politik dan sebuah pencitraan saja di depan public yang
membuat suatu kebijakan itu lambat terlaksana atau bahkan terhambat. Inilah
yang membuat suatu kebijakan lambat untuk di implementasikan. Seharusnya
Pemerintah harus memperhatikan kepentingan rakyat bukan kepentingan steakholder agar suatu kebijakan yang
sudah dirumuskan dapat segera dilegalkan. Hal tersebut membutuhkan keberanian
dari seorang pemimpin untuk melawan birokrasi yang banyak akan kepentingan dan
gubernur juga harus menyadari bahwa mereka adalah pelayan masyarakat. Terlebih
sudah mengalami pergeseran paradigma dari NPM ke NPS. Bahwa dalam membuat suatu
kebijakan jangan melihat untung/ rugi, tetapi bagaimana seorang pemimpin
memberikan pelayanan bagi public yang berkualitas. Dengan begitu Kemacetan di
Jakarta yang telah dirasakan warganya sudah cukup lama dan menyebabkan kerugian
bagi masyarakatnya baik waktu maupun secara financial, sehingga perlu adanya
penanganan yang serius dari pemerintah DKI Jakarta.
iii. Tahap ketiga: pemilihan alternatif kebijakan untuk
memecahkan masalah
Adapun
alternatif yang muncul dalam masalah ini adalah Pembangunan sistem angkutan
monorel, busway,dan MRT. Setelah melalui penilitian maka dipilih transportasi
busway yang tidak mengeluarkan biaya yang terlalu besar. Busway ini untuk
memperbaharui angkutan bus yang dirasa kurang nyaman. Dengan hadirnya busway
ini diharapkan masyarakat Jakarta mau meninggalkan kendaraannya sehingga
kemacetan bisa dikurangi. Karena busway mendapat perlakuan ‘khusus’ sehingga
lebih cepat dan kenyamanan masyarakat menjadi prioritas utama.
iv. Tahap keempat: tahap penetapan kebijakan
disetujui
oleh Gubernur DKI Jakarta untuk dilegalkan sebagai kebijakan melalui Keputusan
Gubernur Propinsi Daerah Khusu Ibukota Jakarta Nomor 110 tahun 2003 tentang
Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengelola Trans Jakarta-Busway
Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Aktor-aktor
Pembuat Kebijakan
Aktor-aktor
yang terlibat dalam sebuah kebijakan sangatlah berpengaruh dalam proses
perumusan kebijakan publik. Aktor-aktor disini tidak hanya sebagai pembuat
kebijakan agar dapat disahkan secara legal saja, namun juga pihak-pihak yang
berpengaruh ketika perencanaannya, seperti :
1.
Inisiator kebijakan : Gubernur DKI
Jakarta yaitu Fauzi Bowo.
2.
Pembuat kebijakan dan legislator :
DPRD dan Gubernur DKI Jakarta
3.
Pelaksana Kebijakan: Dalam
pelaksanaannya, kebijakan ini bekerjasama dengan pihak swasta yaitu
perusahaan-perusahaan jasa yang mengelola transportasi busway ini sehingga
dapat beroperasi setiap hari.
4.
Kelompok sasaran adalah masyarakat
karena kebijakan ini dibuat untuk mengatasi kemacetan yang terjadi di Jakarta.
5.
Kelompok yang diuntungkan
(Beneficiaries Group). Adapun pihak yang diuntungkan adalah masyarakat sebagai
sasaran utama dari kebijakan ini. Selain itu, ada pihak yang juga diuntungkan
yaitu perusahaan yang bekerjasama dengan Pemprov Jakarta dalam pengoperasian
busway ini.
6.
Kelompok Kepentingan: Masyarakat,
Karena masyarkat yang mengalami dampak kemacetan ini Sehingga kebijakan ini
dibuat dengan sasaran untuk mengurangi kemacetan demi kepentingan masyarakat.
7.
Kelompok
Penekan: Media massa, karena dengan pemberitaan dari media massa di publik,
maka pemerintah akan mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di dalam masyarakat
saat ini.
3 Mei 2015 pukul 15.26
Izin untuk menjadi refrensi tugas matkul Kebijakan Publik...